Daging kurban berlabel kampanye
Senin, 7 November 2011 14:56 wib
(Foto:Fahmi Firdaus/okezone)
Sindonews.com - Pemilu 2014 masih tiga tahun lagi. Tapi aura persaingan antarelite partai politik mulai teraba. Selain memunculkan figur yang digadang-gadangkan pantas menjadi calon presiden, berbagai upaya pendekatan kepada konstituen pun mulai bergeliat di lapangan.
Lihat saja, saat terjadi bencana dan gelombang bantuan mengalir, juga tak luput kehadiran kader dan atribut partai. Begitupun saat momen keagamaan yang tengah berlangsung saat ini, perayaan kurban, Idul Adha. Tak sedikit dari elite parpol, pejabat negara, hingga artis yang "pamer" hewan kurban.
Memang berkurban adalah kewajiban bagi mereka yang mampu secara ekonomi. Berkurban adalah bentuk kepedulian terhadap sesama, selain ketaatan terhadap perintah agama. Tapi bagaimana jadinya jika ibadah kurban ini justru dibumbui kepentingan politis? Sudah barang tentu jika memang benar ada upaya politisasi, sungguh tak etis.
Kendati demikian, fenomena parpol atau politikus yang berkurban juga harus hati-hati dalam meletakkan cap melakukan kampanye terselubung saat kurban? Harus ada dasar yang jelas, tidak serta merta menuding gara-gara yang melaksanakannya adalah parpol atau politikus. Toh, agama sendiri tidak membedakan status dan latar belakang yang berkurban. Semuanya sama di hadapan Yang Maha Kuasa. Tapi yang membedakan adalah kadar keimanan masing-masing.
Misalnya, Partai Demokrat yang berang karena dituding lawan politiknya telah curi start kampanye Pemilu 2014. “Keliru, kami tidak pernah membawa agama dalam kampanye. Yang kami lakukan amaliyah,” ujar Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok saat dihubungi, Senin (7/11/2011).
Mubarok membantah aksi bagi daging kurban tersebut sebagai curi start kampanye menjelang Pemilu 2014 mendatang. “Tidak curi start, itu sudah rutin tiap tahun. Tidak kampanye,” tuturnya.
Langkah partai membagikan daging kurban kepada masyarakat sekitar merupakan bentuk aktualisasi dari Demokrat yang mengusung sebagai partai religius. Ke depan, kata Mubarok, program pembagian daging kurban tersebut akan diperbesar. “Demokrat kan partai religius, jadi ibadah kurban merupakan aktulisasi,” tandasnya.
Model kepdulian Partai Demokrat terhadap rakyat dengan membagikan daging kurban ini dikritik politikus Partai Gerindra, Permadi. “Bentuk kemunafikan pejabat publik. Pencitraan, pamer, mereka paling senang sumbangan dimasukan di televisi. Tidak punya etika. Pelanggaran etika,” tuturnya.
Menurut Permadi, para pejabat publik serta artis di negara ini sudah tidak lagi menghargai peringatan hari besar agama. Peringatan hari besar agama seharusnya dijadikan instrospeksi diri, bukan sebaliknya memanfaatkan masyarakat sebagai alat pencitraan politik.
Selain itu, kata Permadi, sikap pejabat publik dengan membagi-bagikan hewan kurban merupakan bentuk eksploitasi kemiskinan. Seharusnya, pemerintah sadar bahwa rakyat tidak membutuhkan daging tersebut melainkan untuk kebutuhan pokok lainnya.
“Apa daging itu dimakan? Tidak tapi dijual lagi dibelikan kebutuhan lain. Bahkan ada yang disuruh antre dikasih Rp10 ribu atau Rp20 ribu. Bandar-bandar daging justru berkeliaran di Istiqlal,” ungkapnya.
Sementara itu, pengamat politik Fadjroel Rahman mengatakan, parpol sebaiknya fokus pada pengentasan kemiskinan daripada mengekspolitasi kemiskinan dengan pencitraan membagikan daging kurban.
“Pejabat publik dan partai berkuasa seharusnya bisa menjadikan hal itu dalam bentuk kebijakan publik, menolong orang miskin mestinya bukan hanya pencitraan, tapi kebijakan publik,” tutur mantan aktivis era 90-an ini.
Menurut Fadjroel, hewan kurban tidak seberapa besar dampaknya dalam mengatasi kemiskinan yang membutuhkan biaya lebih besar. "Nilai uang untuk kurban tidak akan cukup (mengatasi kemiskinan) dan tidak ada artinya. Kurban ini untuk memberikan kegembiraan yang dalam nuansa Idul Adha,” paparnya.
Fadjroel juga menilai maraknya pejabat tinggi negara dan partai politik yang berlomba-lomba membagikan daging kurban merupakan bentuk upaya curi start kampanye menjelang pemilu 2014 mendatang. Sepanjang ikhlas memberinya untuk ibadah menurut aku bisa diterima, tetapi secara akal sehat berlebihan karena kesan kampanye lebih besar daripada kesan untuk ibadah,” ujar dia.
Kata Fadjroel, dengan membuat kebijakan publik yang pro rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat justru akan meningkatkan kepercayaan publik kepada para pejabat tersebut. “Ini mestinya yang dipikirkan, jangan hanya ditutupi dengan pencitraan agama. Hati-hati jangan jadikan agama sebagai sarana pencitraan politik, itu salah besar,” katanya.
Meski secara hukum tidak ada yang dilarang, sambung Fadjroel sikap pejabat publik dan partai politik yang demikian dirasa kurang etis. “Tidak ada hukum yang dilarang, cuma kurang etis gunakan agama sarana pencitraan politik. Berkurban tidak perlu diberitahu kepada publik. Kalau begitu riya kan jatuhnya,” tutup Ketua Pedoman Indonesia ini.
Seperti diketahui, kemarin Partai Demokrat menyelenggarakan kurban di Gang Perikanan, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dalam menyelenggarakan kurban, DPP Partai Demokrat berhasil mengumpulkan 50 sapi dan 16 kambing dari anggotanya.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie baskoro Yudhoyono turut berkurban. Ibas, sapaan Edhie Baskoro, menyumbang sapi seberat hampir satu ton. Sapi berjenis peranakan Limosin ini dibeli oleh Ibas langsung dari Ponorogo, Jawa Timur senilai hampir Rp25 juta.
Hal yang sama juga dilakukan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, Kapolri Timur Pradopo, Walikota Depok Nur Mahmudi dan Ahmad Heryawan juga turut serta menyumbangkan hewan kurban.
Lihat saja, saat terjadi bencana dan gelombang bantuan mengalir, juga tak luput kehadiran kader dan atribut partai. Begitupun saat momen keagamaan yang tengah berlangsung saat ini, perayaan kurban, Idul Adha. Tak sedikit dari elite parpol, pejabat negara, hingga artis yang "pamer" hewan kurban.
Memang berkurban adalah kewajiban bagi mereka yang mampu secara ekonomi. Berkurban adalah bentuk kepedulian terhadap sesama, selain ketaatan terhadap perintah agama. Tapi bagaimana jadinya jika ibadah kurban ini justru dibumbui kepentingan politis? Sudah barang tentu jika memang benar ada upaya politisasi, sungguh tak etis.
Kendati demikian, fenomena parpol atau politikus yang berkurban juga harus hati-hati dalam meletakkan cap melakukan kampanye terselubung saat kurban? Harus ada dasar yang jelas, tidak serta merta menuding gara-gara yang melaksanakannya adalah parpol atau politikus. Toh, agama sendiri tidak membedakan status dan latar belakang yang berkurban. Semuanya sama di hadapan Yang Maha Kuasa. Tapi yang membedakan adalah kadar keimanan masing-masing.
Misalnya, Partai Demokrat yang berang karena dituding lawan politiknya telah curi start kampanye Pemilu 2014. “Keliru, kami tidak pernah membawa agama dalam kampanye. Yang kami lakukan amaliyah,” ujar Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok saat dihubungi, Senin (7/11/2011).
Mubarok membantah aksi bagi daging kurban tersebut sebagai curi start kampanye menjelang Pemilu 2014 mendatang. “Tidak curi start, itu sudah rutin tiap tahun. Tidak kampanye,” tuturnya.
Langkah partai membagikan daging kurban kepada masyarakat sekitar merupakan bentuk aktualisasi dari Demokrat yang mengusung sebagai partai religius. Ke depan, kata Mubarok, program pembagian daging kurban tersebut akan diperbesar. “Demokrat kan partai religius, jadi ibadah kurban merupakan aktulisasi,” tandasnya.
Model kepdulian Partai Demokrat terhadap rakyat dengan membagikan daging kurban ini dikritik politikus Partai Gerindra, Permadi. “Bentuk kemunafikan pejabat publik. Pencitraan, pamer, mereka paling senang sumbangan dimasukan di televisi. Tidak punya etika. Pelanggaran etika,” tuturnya.
Menurut Permadi, para pejabat publik serta artis di negara ini sudah tidak lagi menghargai peringatan hari besar agama. Peringatan hari besar agama seharusnya dijadikan instrospeksi diri, bukan sebaliknya memanfaatkan masyarakat sebagai alat pencitraan politik.
Selain itu, kata Permadi, sikap pejabat publik dengan membagi-bagikan hewan kurban merupakan bentuk eksploitasi kemiskinan. Seharusnya, pemerintah sadar bahwa rakyat tidak membutuhkan daging tersebut melainkan untuk kebutuhan pokok lainnya.
“Apa daging itu dimakan? Tidak tapi dijual lagi dibelikan kebutuhan lain. Bahkan ada yang disuruh antre dikasih Rp10 ribu atau Rp20 ribu. Bandar-bandar daging justru berkeliaran di Istiqlal,” ungkapnya.
Sementara itu, pengamat politik Fadjroel Rahman mengatakan, parpol sebaiknya fokus pada pengentasan kemiskinan daripada mengekspolitasi kemiskinan dengan pencitraan membagikan daging kurban.
“Pejabat publik dan partai berkuasa seharusnya bisa menjadikan hal itu dalam bentuk kebijakan publik, menolong orang miskin mestinya bukan hanya pencitraan, tapi kebijakan publik,” tutur mantan aktivis era 90-an ini.
Menurut Fadjroel, hewan kurban tidak seberapa besar dampaknya dalam mengatasi kemiskinan yang membutuhkan biaya lebih besar. "Nilai uang untuk kurban tidak akan cukup (mengatasi kemiskinan) dan tidak ada artinya. Kurban ini untuk memberikan kegembiraan yang dalam nuansa Idul Adha,” paparnya.
Fadjroel juga menilai maraknya pejabat tinggi negara dan partai politik yang berlomba-lomba membagikan daging kurban merupakan bentuk upaya curi start kampanye menjelang pemilu 2014 mendatang. Sepanjang ikhlas memberinya untuk ibadah menurut aku bisa diterima, tetapi secara akal sehat berlebihan karena kesan kampanye lebih besar daripada kesan untuk ibadah,” ujar dia.
Kata Fadjroel, dengan membuat kebijakan publik yang pro rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat justru akan meningkatkan kepercayaan publik kepada para pejabat tersebut. “Ini mestinya yang dipikirkan, jangan hanya ditutupi dengan pencitraan agama. Hati-hati jangan jadikan agama sebagai sarana pencitraan politik, itu salah besar,” katanya.
Meski secara hukum tidak ada yang dilarang, sambung Fadjroel sikap pejabat publik dan partai politik yang demikian dirasa kurang etis. “Tidak ada hukum yang dilarang, cuma kurang etis gunakan agama sarana pencitraan politik. Berkurban tidak perlu diberitahu kepada publik. Kalau begitu riya kan jatuhnya,” tutup Ketua Pedoman Indonesia ini.
Seperti diketahui, kemarin Partai Demokrat menyelenggarakan kurban di Gang Perikanan, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dalam menyelenggarakan kurban, DPP Partai Demokrat berhasil mengumpulkan 50 sapi dan 16 kambing dari anggotanya.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie baskoro Yudhoyono turut berkurban. Ibas, sapaan Edhie Baskoro, menyumbang sapi seberat hampir satu ton. Sapi berjenis peranakan Limosin ini dibeli oleh Ibas langsung dari Ponorogo, Jawa Timur senilai hampir Rp25 juta.
Hal yang sama juga dilakukan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, Kapolri Timur Pradopo, Walikota Depok Nur Mahmudi dan Ahmad Heryawan juga turut serta menyumbangkan hewan kurban.
Dikutip dari:sindonews.com
Komentar :
Kalau mereka hewan-hewan sendiri dibeli dengan uang sendiri ,agak pantas kalau ada kepentingan politik tertentu…..!!!
Tapi coba lihat didesa Tugu …..sungguh sangat pilu ,Hewan qurban disabotase untuk modal kampanye PILWU,oleh calon tertentu….begitu bodohkah masyakarat desa tugu,
Yang dengan terang-terangan menggunakan label agama untuk kepentingan politik .
Masyarakat mestinya cerdas menyikapi setiap perkembangan politik yang ada,jangan mudah dipecah belah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, jangan mau dibodohi hanya dengan uang seratus-duaratus ribu,yang akhirnya akhir menyesal sampai anak cucu,
Gunakan hak pilih anda !!! untuk masa depan Desa Tugu yang lebih baik.
By :”Musholla Kecil Pinggir Sawah”